Siapa yang tak kenal Bob Sadino? Ia enterpreneur sejati. Gayanya
nyentrik, pola pikirnya unik dan cenderung terbalik. Keluar dari pakem
teori dan buku teks ekonomi. Tapi,
bisnisnya sukses. Pengusaha kawakan dengan ciri khasnya celana pendek
dan kemeja itu, datang ke Batam berbagi pengalaman dan belajar goblok
dengan pengusaha muda Batam. Apa maksudnya?
PEBISNIS yang biasa
baca buku marketing, manajemen, dan makan sekolahan, dibikin bingung
Bob Sadino, pengusaha yang terkenal dengan Kem Chicks-nya ini. ’’Hidup
saya tanpa rencana dan tanpa target. Buku-buku di sekolah sudah meracuni
pikiran Anda. Padahal, informasi itu sudah basi dan jadi sampah.
Sekolah menghasilkan orang untuk bekerja, tapi bukan memberi peluang
kerja bagi orang lain,” katanya. Nah, bingung kan?
Lelaki yang
sudah berbisnis selama 36 tahun dan biasa disapa Om Bob ini bercerita,
ia berani keluar dari kemapanan bekerja di Jakarta Lyod, jadi
pengangguran, jadi kuli bangunan dan supir taksi. Ia lalu berkirim surat
ke teman-temannya di Belanda, agar dikirimi ayam petelur. Saat itu,
orang tidak biasa mengkonsumsi telur. Jadilah ia peternak ayam broiler
dan menjual telur ayam. ’’Sayalah orang pertama yang mengenalkan telur
kepada bangsa Indonesia ini,” katanya.
Namun, jalan hidup Bob
tidak semudah membalik telapak tangan. Ia menjual telur ke tetangga.
Telurnya tidak laku karena warga Kemang tak biasa makan telur yang
besar-besar itu, tapi telur ayam kampung. Beruntung, beberapa bule
menyukainya. Permintaan pun bertambah. Tidak hanya telur, merica, garam
dan belakangan berkembang ke bisnis daging olahan seperti sosi
Bob Sadino yang pertama kali mengenalkan menanam sayuran tanpa tanah
alias hidroponik. Padahal, saat itu tidak pasarnya. Tapi, kegigihan
seorang Bob Sadino, ia menciptakan pasarnya. Beberapa tahun kemudian, ia
malah mengekspor terung ke Jepang. Bob mengaku, ia tidak pernah
berencana mau jadi apa. ’’Rencananya hanya buat orang pinter, saya
bersyukur saya goblok. Kalau saya pintar, saya akan seperti Anda,”
katanya, disambut tawa peserta seminar di Hotel Godway, Rabu (16/5)
malam.
Kalau pengusaha atau orang dagang cari untung, Bob
Sadino mengaku mencari rugi. Lantaran goblok, ia tidak tidak
hitung-hitungan dan membebani dirinya macam-macam. ’’Biasanya orang
dagang cari untung dan rugi peluangnya sama saja. Jadi, kalau cari rugi,
terus kalau untung waduh, bahagia banget,” ujarnya.
’’Silakan
cari kegagalan, cari kendala Anda. Saya mengalami segunung kegagalan,
kendala dan keringat dingin dan air mata darah. Tapi, saya belajar dari
kegagalan dan mencari jalan keluarnya. Kegagalan adalah anugrah. Lalu,
apa di balik kegagalan. Sukses adalah titik kecil di atas segunung
kegagalan,” papar Bob yang membuat peserta seminar terpana.
Bob
Sadino bahagia dengan apa yang dilakukannya. Ia berani mengambil risiko
dan menciptakan pasar. ’’Saya mengambil risiko sebesar-besarnya, sebab
orang yang mengambil risiko kecil, hasilnya juga kecil. Kalau orang
memperkecil risiko, ia jadi bebas dong. Risiko bisa jadi apa saja.
Kewajiban saya mengubah risiko jadi duit,” ujar Bob Sadino, dengan
santainya.
Meski awalnya sulit dipahami, peserta seminar yang
bingung dan tidak terima dikatai goblok, lama-lama bisa mencerna jalan
pikiran nyeleneh Bob Sadino. Sebagai pengusaha sukses, ia sudah sampai
pada tahap financial independent, sehingga ia bebas mau beli apa saja
dan mau pergi ke mana saja. ’’Duitnya sih, pas-pasan. Kalau mau beli
Jaguar, pas duitnya ada,” katanya, terkekeh.
Karena merasa
dirinya goblok, Bob tidak berpikir secara runtun, tapi mengalir begitu
saja. Orang goblok juga akan lebih percaya pada orang lain yang lebih
pintar dari dirinya. Kalau gagal, orang goblok tidak merasa gagal, tapi
sedang belajar jadi lebih pintar. Akhirnya, orang goblok bisa jadi
bosnya orang pintar-pintar. Kini, Bob memiliki 1.600 karyawan yang dia
sebut anak-anaknya.
Sementara, orang pintar menghitung sesuatu
nyelimet dan usahanya nggak jalan-jalan, karena dibebani rencana yang
belum tentu berhasil. Orang pintar juga tidak percaya orang lain
sehingga semua dikerjakannya sendiri. Ia mencontohkan ketika salah
seorang karyawannya menurunkan harga kangkung di supermarketnya dari
semula harganya Rp6.000 menjadi Rp400 saja. Eh, ternyata malah tidak
laku.
Selidik punya selidik, ternyata langganannya protes, kok
harga kangkungnya murah, padahal biasanya mahal. ’’Akhirnya, harga
kangkung itu saya naikkan lagi. Pelanggan saya bilang, kangkung yang
saya jual rasanya lain. Mungkin karena mahal, sehingga setiap sendok
kangkung yang masuk ke mulutnya diam-diam dihitungnya, Rp6.000, jadi dia
nikmati. Lha, kalau begini, siapa sebenarnya yang goblok?” papar Bob
terbahak-bahak.
Namun, bagi pembeli ada nilai psikologis yang
membuat pembeli merasa berbeda jika mengkonsumsi kangkung mahal daripada
kangkung murah. Ini bagian dari trik marketing. Ia pun berbagi tips,
bahwa untuk menjadi seorang marketing yang baik, maka seseorang harus
menjual dirinya sendiri (sale for your self), sebelum menjual produknya.
Sebuah filosofi, bahwa bagaimana seseorang menjadi marketing yang baik,
kalau ia sendiri tidak dikenal orang.
Di balik kekonyolannya,
Bob Sadino memberikan beberapa resep menjadi pengusaha. Antara lain,
berpikir bebas dan tanpa beban. Memiliki tekad dan keinginan yang kuat
menjadi pengusaha, sebab kemauan adalah ibarat bensin dan motor,
keberanian mengambil peluang, tahan banting dan bersyukur bisa berbuat
untuk orang lain.
Bob Sadino berpesan, jangan takut dan jangan
terlalu berharap. Sebab, makin tinggi harapan, makin tinggi tingkat
kekecewaan. ’’Lepaskan belenggu dalam pikiran Anda sendiri. Ada berjuta
peluang di sekeliling Anda,” katanya.
Dalam berbisnis, juga
jangan terlalu memikirkan sukses. Kalau terlalu banyak memikirkan
sukses, kata Om Bob, bekerja pasti dalam tekanan, tidak rileks sehingga
hasil kerja tidak akan bagus. ’’Santai saja, hilangkan semua beban,
ingat sandaran itu tadi, kemauan, komitmen, keberanian mengambil
peluang, pantang menyerah dan selalu belajar pada yang lebih pintar
serta selalu bersyukur,” ujar Om Bob, mengingatkan.
Satu hal
yang menarik, orang-orang yang ia gunakan dalam membantu usahanya,
bukanlah mereka yang berasal dari kalangan berpendidikan tinggi,
melainkan dari anak jalanan. Berawal dari satu anak jalanan, bertambah
dua, tiga hingga saat ini mencapai 1.500 orang anak. Bob juga mengaku
bukan orang yang berpendidikan tinggi. Ia hanya tamatan SMA. Ia tak
pernah sekolah tinggi. Baginya, di sekolah orang membaca buku, buku
sifatnya informasi yang telah terjadi yang tak ubahnya roti busuk alias
sampah. Jadi, orang yang sekolah tinggi-tinggi, isinya hanya sampah.
Terkecuali sampah itu diolah menjadi pupuk yang subur.
Bob
Sadino juga tidak setuju dengan istilah Usaha Kecil Menengah (UKM) yang
digembar-gemborkan pemerintah. Apa pasal? ’’Mestinya bukan UKM, tapi UBB
atau Usaha Bakal Besar sehingga kita tetap optimis dan berusaha
membesarkan bisnis kita,” katanya.
Tak terasa, dua jam berlalu
bersama Bob Sadino. Namun, pertanyaan menggelitik soal penampilannya
yang senang bercelana pendek, terlontar juga dari peserta seminar. Apa
jawaban Bob? ’’Tidak penting celana pendeknya, yang penting, apa di
balik celana pendek itu,” ujar Om Bob yang disambut gelak tawa.
Di balik sikap nyentrik dan nyeleneh Bob Sadino, ia berhasil membangun
bisnisnya selama puluhan tahun. Dan, ia bisa duduk santai dengan
beberapa presiden sambil ngobrol ngalor ngidul. Yang jelas, peserta
seminar yang umumnya pelaku bisnis merasa mendapat pengalaman dan
pencerahan yang luar biasa.
Sayangnya, nyaris tidak ada
pengusaha kelas kakap yang tertarik bincang bisnis Bob Sadino yang
disponsori Telkomsel itu. Mungkin khawatir dicap goblok. Jadi, mau
pintar atau goblok ala Bob Sadino? Terserah Anda.