Thursday, October 22, 2009

Sertifikasi yes or no?

Saat ini banyak vendor menawarkan berbagai sertifikasi IT, baik untuk level technical support, engineer, architect, developer, maupun auditor. Rata-rata membutuhkan biaya mahal untuk mendapatkan sertifikasi tersebut.

Sebagai contoh, satu mata ujian MCP (Microsoft Certified Professional) membutuhkan biaya Rp.550.000,-. Sedangkan Cisco mematok harga sekitar 1,4 juta per mata ujian. Harga tersebut belum termasuk biaya berbagai kursus, buku, dan riset internet yang perlu dikeluarkan sebelum mengikuti ujian.

Memiliki sertifikasi IT dari vendor international memang tampak bergensi. Bayangkan apabila Anda memiliki sertifikat MCSE (Microsoft Certified System Engineer) atau OCP (Oracle Certified Professional). Peluang mendapatkan pekerjaan bergaji tinggi terbuka lebar di depan. Benarkah demikian?

1. Apakah sertifikasi seseorang merupakan jaminan atas keterampilan dan keahlian yang dimiliki?
2. Apakah sertifikasi membantu mendapatkan pekerjaan yang diidamkan?

Sayangnya kenyataan tidak selalu sesuai dengan harapan. Saya banyak menerima keluhan bahwa memiliki sertifikasi tidak menjadi jaminan mudah mendapatkan pekerjaan serta gaji yang layak.
Berikut adalah beberapa sebab membuat sertifikasi tidak menjamin mendapatkan pekerjaan dan gaji yang diharapkan:

1. Populasi pemegang sertifikasi semakin besar dibandingkan 5-10 tahun lalu. Ini menyebabkan persaingan juga semakin ketat. Jika 5 tahun lalu memiliki sertifikat CCNA dan MCP (lulus 1-2 mata ujian Microsoft) merupakan sesuatu yang bergengsi, tidak semikian halnya saat ini. Anda dapat dengan mudah menemukan pekerja atau mahasiswa yang telah memiliki CCNA atau MCP.
2. Permintaan industri IT semakin kompleks, dan tuntutan kerja semakin tinggi. Saat ini masalah yang dihadapi perusahaan baik IT maupun non IT sangat beragam, sehingga tidak dapat diselesaikan dengan keterampilan yang diwakili oleh 1-2 sertifikasi. Dimasa lalu menjadi ahli Windows networking mendapatkan penghargaan tinggi. Tetapi dengan makin banyaknya perusahaan yang mengadopsi Linux dan menggunakan Cisco router, maka mereka menuntut pekerjanya memiliki keahlian di beberapa bidang sekaligus.
3. Tuntutan skill perusahaan semakin tinggi. Jika dimasa lalu sertifikasi menjadi jaminan mendapat pekerjaan, maka saat ini terdapat kecenderungan sertifikasi hanya menjadi jaminan dipanggil interview :) .
4. Banyaknya paper MCSE dan paper CCNA, atau paper OCP, telah menurunkan nilai sertifikasi. Sebutan paper certified diperuntukkan bagi sesorang yang memiliki sertifikasi, tetapi tidak mempunyai skill sesuai yang diharapkan. Pemegang MCSD, tetapi tidak memahami konsep object oriented dan exception handling. Pemegang CCNA, tetapi bahkan tidak mampu mengkonfigurasi router dan menghitung subnetting dengan benar. Pemegang MCSE, tetapi tidak tahu port berapa yang digunakan SMTP dan POP3. Hal ini terjadi karena mereka hanya berfokus pada bagaimana lulus ujian dengan selamat, dan tidak mempelajari konsep dasar serta berlatih dengan berbagai keterampilan di dunia nyata. Kenyataan ini diperparah dengan banyaknya situs internet yang menawarkan “latihan soal”, tetapi sebenarnya adalah bocoran soal. Beberapa admin testing center yang nakal telah membuat soal-soal tersebut bocor dan diperdagangkan di internet. Microsoft, Cisco, Comptia, telah banyak melakukan upaya hukum terhadap para pembocor, namun tetap saja mati satu tumbuh seribu :) .
5. Banyak para pemburu sertifikasi tidak menyadari bahwa pengalaman di dunia nyata adalah jauh lebih penting daripada sertifikat. Sertifikasi diperlukan sebagai bukti kemampuan, tetapi bukan target utama. Hindari mengambil ujian untuk sesuatu yang Anda tidak memiliki kemampuan nyata di dalamnya.

Apakah sertifikasi IT masih bernilai, jawabnya bisa ya, bisa tidak. Tergantung bagaimana cara kita mendapatkannya, dan kemampuan nyata yang dimiliki.

No comments: